MENINGKATKAN BARGAINING POSITION PEREMPUAN DALAM RANAH PUBLIK


A. Abstrak

Abstrak Isu mengenai masalah Perempuan sebenarnya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah selesai dibicarakan baik tingkat lokal, nasional, dan internasional. Dalam pandangan agama sendiri khususnya islam masih dalam multi tafsir terkait persoalan gender. Masalah gender sebenarnya pada hakikatnya adalah seputar tentang kesetaraan hak dan peran antara laki-laki dan perempuan, bahkan tidak menutup kemungkinan masalah gender masih digunakan sebagai kendaraan politik untuk bagaimana mendapatkan, menguntungkan, dan menjatuhkan lawan politik. Dalam hal ini baik dalam relasi kelas, golongan usia, dan lainlain. Di Indonesia sendiri semenjak orde baru runtuh dan memulai reformasi pemahaman tentang peran perempuan khususnya dalam berkompetisi di ruang publik sedikit mengalami kemajuan, baik menjadi pemimpin partai politik, Anggota Dewan, dan Pemerintahan. Dapat dipahami dalam penelitian ini sebenarnya mencakup dua pembahasan yaitu : pertama meningkatkan bargaining position perempuan, dalam hal ini sejauh mana pemahaman perempuan tentang konsep dirinya sendiri, dan langkah- langkah yang sudah dilakukan. kedua peran perempuan dalam ranah publik dalam konteks ini melihat dan menganalisis peran atau tampilan perempuan dalam ranah publik dan sejauh mana pengaruhnya. Kesimpulan penelitian artikel dalam hal ini adalah konsep tentang perempuan yang dimana memahami perempuan secara komprehensif dan memahami ketidak berbedaan perempuan dan laki-laki. proses atau cara perempuan dalam mengembangkan kualitas pribadi dan tampil dalam ruang publik. The issue of women's problems has always never been discussed either locally, nationally or internationally. In the view of religion itself, especially Islam is still in multiinterpretation related to gender issues. The real issue of gender is essentially about the equality of rights and roles between men and women, and even the possibility of gender issues being used as a political vehicle for how to get, benefit, and bring down political opponents. In this case both in class relationships, age groups, and others. In Indonesia itself since the New Order collapsed and began to reform the understanding of the role of women especially in competing in the public space a little progress, both become leaders of political parties, Board Members, and Government. Understandable in this study actually includes two discussions, namely: first increase the bargaining position of women, in this case the extent of women's understanding of the concept itself, and steps that have been done. both roles of women in the public sphere in this context see and analyze the role or appearance of women in the public sphere and the extent of their influence. The conclusion of the article research in this case is the concept of women who comprehend women comprehensively and understand the differences between women and men. the process or way of women in developing personal qualities and performing in the public sphere.

B. Latar Belakang

Konsepsi perempuan yang menyempitkan makna dan peran perempuan pada umumnya sebetulnya tidak lepas dari kurangnya pemahaman ditubuh perempuan sendiri dan dinamika kepentingan politik individu, kelompok atau negara. Dalam konteks kebijakan publik atau formal sebenarnya mengandung unsur diskriminasi terhadap perempuan dan tidak gampang untuk kita mengidentifikasi, perempuan hanya diidentikkan dengan pengurus rumah tangga yang pada mulanya menyempitkan peran perempuan dalam ruang publik sehingga pada akhirnya perempuan tidak memiliki kemampuan bersaing dengan laki-laki. Stigma yang berkembang di Negara-negara kapitalis liberal menganggap perempuan hanyalah pemalas. Karena perempuan diidentikkan hanya bisa menerima bantuan atau orang yang tidak serius mencari nafkah, tidak serius memenuhi kebutuhan diri sendiri. Di Indonesia sendiri sebetulnya bisa kita telusuri seperti kebijakan pemerintah terkait kartu keluarga sejahtera yang dimana pemegang kartu tersebut adalah perempuan dengan anggapan perempuan bisa mengelola dan memanagemen terkait kebutuhan rumah tangga. Maka seandainya ditelusuri kebijkan macam ini sebenarnya menghegemoni peran perempuan dan bermakna perempuan adalah kaum pemalas. Isu mengenai perempuan sebenarnya merupkan permasalah yang fenomenal dalam kancah lokal, nasional, atau internasioanl. Permasalah kesetaraan gender merupakan salah satu yang populer dan tidak henti-hentinya didengungkan, dan tidak menutup kemungkinan perempuan dilihat dan dinilai hanya sebatas pengurus rumah tangga (dapur). Pemaknaan peran perempuan sesempit ini sebenarnya mengurangi atau meniadakan perempuan sebagai khalifah. Dalam pandangan agama umumnya manusia sebetulnya sama, dalam ajaran agama islam sendiri semua manusia merupakan sama dimata Allah SWT hanya saja yang membedakan adalah ketakwaan atau ketundukan kita kepada Allah SWT.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan supaya memudahkan penulis dalam melakukan analisis dalam hal ini, dapat dipahami bahwa rasa perlu adanya rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana konsep tentang perempuan pada umumnya dan internal perempuan sendiri? 2. Bagaimana cara perempuan dalam melakukan penguatan kualitas diri pribadi? 3. Bagaimana perempuan tampil dalam ruang publik dan berkonstribusi dalam setiap agenda publik?

D. Landasan Teori

Ada beberapa landasan teori dalam melakukan analisis artikel ini yaitu : teori kepribadian sigmund freud, teori tentang kesetaraan gender.

E. Analisan dan Pembahasan

a.) Konsep perempuan secara umum
Al-Qur'an, sebagai prinsip-prinsip dasar atau pedoman moral tentang keadilan tersebut, mencakup berbagai anjuran untuk menegakkan keadilan teologis (agama), ekonomi, politik, budaya, kultural termasuk keadilan gender.[1] Secara diskrit, di dunia ini yang diakui sebagai manusia "lumrah" adalah manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Meskipun menyandang predikat sebagai manusia "lumrah", akan tetapi terdapat ketimpangan di antara keduanya, represi (penindasan) yang sungguh luar biasa. Laki-laki menguasai perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, ini adalah realitas yang tidak bisa ditolak oleh siapapun.[2] dapat dipahami bahwa dalam pandangan agama islam sudah gamblang disebutkan manusia ialah laki-laki dan perempuan, artinya makhluk Tuhan yang menyandang predikat manusia hanyalah laki-laki dan perempuan, dan persoalan diskriminatif dominan dirasakan oleh kaum perempuan. Penindasan ini terjadi sebetulnya terjadi karena perbedaan persepsi yang dimana perempuan dianggap lemah dibanding perempuan. Sudah jelas bahwa dalam ajaran agama islam sendiri sebetulnya manusia adalah sama hanya saja yang membedakan adalah ketaatan kepada Tuhan. Perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena perasaannya yang halus. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan, kelembutan serta rendah hati dan memelihara. Demikianlah gambaran perempuan yang sering terdengar di sekitar kita. Perbedaan secara anatomis dan fisiologis menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya, dan timbul juga perbedaan dalam hal kemampuan, selektif terhadap kegiatan-kegiatan intensional yang bertujuan dan terarah dengan kodrat perempuan. Namun dalam bukunya Zaitunah Subhan[3] perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sanskerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsuai atau merupakan objek seks. Jadi secara simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan adalah megubah objek jadi subjek. Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schen dalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire, aim. kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi, wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini.[4] Sementara itu feminisme perempuan mengatakan, bahwa perempuan merupakan istilah untuk konstruksi sosial yang identitasnya ditetapkan dan dikonstruksi melalui penggambaran.[5] Dari sini dapat dipahami bahwa kata perempuan pada dasarnya merupakan istilah untuk menyatakan kelompok atau jenis dan membedakan dengan jenis lainnya. Namun perbedaan ini lama-kelamaan memiliki makna yang cukup luas dan tidak menutup kemungkinan salah dalam impretatif dan diperparah lagi memberikan stigma perempuan sebagai makhluk lemah serta selalu membutuhkan kasih sayang dari kaum laki-laki. stigma perempuan dan disosialisasikan dari masa ke masa dan dilembagakan oleh opini masyarakat menjadi pembenaran ciri kepribadian perempuan yang pada akhirnya menimbulkan pemahaman bahwa perempuan memiliki sifat ketergantungan, kepasrahan, dan kepatuhan perempuan pada laki-laki. Padahal kondisi ini pada umumnya merupakan kebutuhan semua makhluk Tuhan, tidak ada satu makhlukpun yang tidak membutuhkan kasih sayang. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Perempuan harusnya arif dan bijaksana dalam membantu laki-laki agar mereka terbebas dari belenggu dan terbatas dari pola pikir lama yang menempatkan perempuan dalam posisi dibawah tingkatnya laki-laki yang sebenarnya cukup memprihatinkan. Dalam konteks ini tidak perlu menjalankan cara-cara yang berdampak melecehkan kaum laki-laki. Dengan menggunakan kekuatan stigma bahwa perempuan selain ibu rumah tangga, tetapi perempuan juga merupakan ibu masyarakat, ibu bangsa dan Negara. Dengan menggunakan stigma ini, maka tidak ada alasan bagi perempuan untuk melakukan sebuah tindakan yang hanya menimbulkan reaksi penolakan dari kaum laki-laki yang masih cenderung berpikir dan berpaling ke belakang dengan mengatasnamakan budaya patriarki. Hak dan Kewajiban Perempuan, sebagaimana halnya pencipta perempuan, hak dan kewajiban perempuan juga menjadi isu yang penting. isu terkait dengan tuntutan persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sebetulnya sudah lama baik nasional ataupun dalam kancah internasional. Di dalam ajaran agama islam sendiri, islam menempatkan perempuan dalam posisi yang mulia dan juga memberikan persamaan hak bagi perempuan dan laki-laki dalam beramal. “ barang siapa yang mengerjakan amal sahalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka pasti akan kami berikan padanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl: 97). Di negara Indonesia sendiri sudah diatuir dan terealisasi tuntutan atas persamaan hak bagi setiap warna negara yang berdasar pasal 27 UUD NRI 1945. [6] dalam ketentuan Pasal UUD tersebut dapat ditafsirkan bahwa, setiap warga Negara mempunya hak yang sama, perlakuan yang sama, dan pemerintahan. Tentu persamaan hak dalam konteks ini bukan seperti Negara- negara lain, melainkan persamaan hak menurut ketentuan hukum yang berlaku atau hukum positif Indonesia.
b.) Cara perempuan dalam melakukan penguatas kualitas diri pribadi
Secara eksistensial, setiap manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, sehingga secara asasi berhak untuk dihormati dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dalam artian semua manusia mempunyai hak yang sama dan wajib untuk dihormati oleh siapapun dan bahkan negara sekalipun tidak boleh melanggar hak-hak tersebut kecuali melalui cara-cara yang sah. Secara mendasar, Hak Asasi Manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk memiliki sesuatu, serta hak untuk mengenyam pendidikan. Ketiga hak tersebut merupakan kodrat manusia. Siapapun tidak boleh mengganggu dan harus dilindungi.[7] Adapun yang bisa kita lakukan untuk meningkatan kualitas diri agar bargaining position perempuan lenoh baik diantaranya adalah : a. Kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk. b. Kita bisa memprioritaskan yang terutama dan yang pertama. Mana yang harus dilakuakan terlebih dahulu, mana yang dapat diakhirkan. c. Kita dapat menyelesaikan diri kita sendiri dan dapat pula membantu menyelesaikan masalah orang lain (terutama orang terdekat) tanpa merugikan salah satu pihak. d. Tidak lari dari masalah. e. Kita dapat berlaku adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Tidak tergesagesa, tapi juga tidak bertele-tele. f. Sayang terhadap diri kita sendiri dan peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. g. Taat menjalankan ibadah. Menjauhi apa yang dilarang dan manjalankan apa yang diperintahkan Tuhan dan Rasulallah. Rajin pula dalam melaksanakan amalan sunnah. h. Lebih mementingkan orang lain ketimbang diri sendiri. i. Yakinlah pada diri kita masing-masing, kita dapat menjadi orang yang dewasa. Kita dapat melewati masa-masa sulit sebagai seorang remaja dan jadilah orang yang dewasa. j. Mau menerima perubahan Sikap dengan Ikhlas. k. Ditegur dan tidak tersinggung. l. Menerima nasehat orang lain. m. Hati yang lembut untuk menerima segalanya dengan syukur. Dengan demikian, ketika cara-cara tersebut mampu diterapkan secara utuh. Maka tidak menutup kemungkinan apa yang sudah diinginkan pasti akan tercapai. Karena barang siapa yang bersungguh-sungguh berjuang maka sudah pasti akan mendapatkan hasil yang maksimal.
c.) Bagaimana cara perempuan tampil di ruang publik dan berkontribusi dalam setiap agenda publik
Meningkatnya pengaruh intelegensia muslim baik secara intelektual, politik, dan birokratik, setelah sekian lama mengalami marginalisasi politik. sehingga menghadirkan wawasan-wawasan baru yang menyiratkan betapa pentingnya mempertimbangkan beragam faktor penentu politik dan beragam medan relasi kuasa dalam dunia perpolitikan. Tuntutan perempuan dalam kancah perpolitikan mengharuskan perempuan melakukan evaluasi kembali terkait dengan sejarah dan internalisasi terhadap dirinya. Di Indonesia dapat kita lihat dari pergolakan perpolitikan islam, melemahnya daya tarik partai-partai islam untuk para pemilih akar rumput dan berubahnya sikap politik dikalangan anggota senior intelegensia muslim diakhir abad ke 20 mengindikasikan petingnya mempertimbangkan keadaan-keadaan sinkronik (perubahan) yang ada didalam sebuah entangan perkembangan diakronik (kesinambungan) dari intelegensia muslim. [8] Dalam hal ini jauh sebelum abad XX kiprah perempuan tidak diragukan lagi sampai saat ini seperti : Tri Rismaharini, M.T, Lebih dikenal sebagai Bu Risma seorang Walikota Surabaya yang kiprah politik Sebagai Wali Kota Surabaya, salah satunya Penataan Kota. Megawati Soekarno putri merupakan salah seorang presiden RI perempuan pertama dan terakhir sampai sekarang. Sosok ini sebetulnya sebagai emansipasi dan kesetaraan gender, dengan diangkatnya sebagai presiden pertama di aindonesia merupakan titik awal munculnya kesetaraan gender dan emansipasi di Indonesia. Dan masih banyak perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin maupun pimpinan partai politik. Merujuk pada konsep perempuan sebenarnya bermakna sebagai istilah untuk menyatakan kelompok atau jenis dan membedakan dengan jenis lainnya. Tidak seperti apa yang menjadi odopsi umum yang cukup keliru sehingga cenderung menyempitkan ruang bagi kaum-kaum perempuan. Kesalahan pemaknaan terhadap konsep perempuan itu sebetulnya ada pada diri perempuan itu sendiri, artinya kurang utuhnya pemahaman dan pemaknaan oleh perempuan terhadap dirinya sendiri berimlikasi penindasan terhadap dirinya sendiri maupun pada umumnya.Stigma negatif yang menyempitkan peran perempuan dan merampas hak-hak yang tidak disadari oleh perempuan pada umumnya cukup mempengaruhi pada cara berfikir dan pola perilaku masyarakat. sudah seharusnya perempuan sadar dan melakukan strategi untuk menghilangkan stigma negatif tersebut. Dalam perspekti islam, manusia sebenarnya mengemban tugas sebagai Khalifah. Sebagaimana firman Allah “sesungguhnya aku henda menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: “mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau” Tuhan berfirman: “sesungguhnya Aku mengetahu apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S Al-Baqarah : 30).

F. Kesimpulan

Dalam rangka meningkatkan bargaining position perempuan dalam ranah publik harus diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas pribadi perempuan dan mengobjektifkan konsepsi tentang perempuan pada umumnya. Kurangnya pemahaman dan penafsiran terhadap konsep tentang perempuan sebenarnya berimplikasi menyempitkan hak-hak perempuan pada umumnya dan pribadi perempuan sendiri kurang internalisasi sehingga baik umum maupun pribadi perempuan menyempitkan hak-hak sebagai manusia.

G. Daftar Pustka

[1] Mansour Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial Cet. IX (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 135 [2] Syafiq Hasyim, Pengantar Feminisme dan Fundamentalisme Islam Cet. I. (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. V [3] Zaitunah Subhan, Qodrat Perempuan Taqdir atau Mitos (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hlm. 1 [4]Kamus Besar bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 448 [5] Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2002), hlm. 501 [6] Fauzia Amelia (dkk), Tentang Perempuan Islam Wacana dan Gerakan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 61 [7] Trisakti Handayanirakat, Memperjuangkan Hak Asasi Perempuan, dalam Suara Wanita, Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan. Universitas Muhammadiyah Malang. 1996. hlm. 9 [8] Latif Yudi, Genealogi Inteligensia Pengetahuan dan Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm. 6


Penulis : Siti Aisyaturodiah
Editor   : Rizal Fatoni


Komentar

Karya Intektual Insan Akademis