Tinjauan Yuridis Peranan Alternative Dispute Resolution (Mediasi, Abitrase) Dalam Sengketa Hukum Dagang


A.  Latar Belakang

Di era pemerintah saat ini, memfokuskan pada sektor perdagangan sebagai usaha peningkatan kualitas ekonomi secara berkelanjutan. Perdagangan di Indonesia semakin berkembang dengan ditandai oleh hubungan dan perjanjian bilateral dan mulitarateral. Perkembagan terhadap sektor perdagangan memiliki pengaruh positif bagi negara namun dalam perspektif yang lain, negara tidak mampu membendung adanya persaingan dari berbagai pihak sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan juga mengakibatkan stagnasi dalam hubungan dagang.
Secara universal masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan konfilik melalui non yuridis, namun dalam dunia usaha yang berkembang penyelesaian konflik secara autentik dapat diselesaikan dengan landasan yuridis atau kontitusional. Terhadap reaksi masyarakat tersebut berdampak pada pemikiran untuk mengemukakan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR) di Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan hukum acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku. Dalam konteks tersebut menjadi peluang bagi masyarakat sebagai bentuk penyelesaian konflik yang memberikan keuntungan, berkeadilan terhadap berbaga pihak dengan upaya melalui mediasi.
Mediasi sebagai penyelesaian hukum dagang merupakan aspek terpenting sebagai terobosan baru bersifat Non-Litgas atau luar pengadilan yang dikenal sebagai penyelesaian sengketa alternatif, hal itu disebabkan proses litgas tidak dapat memposisikan indepensi etis, memerlukan waktu yang lama, dan mahal. Para hihak yang bersengketa lebih menempuh jalur Non-Litgas atau luar pengadilan sebagai penyelesai sengketa antara pihak yang bersengketa, hal tersebut terealisasi dengan teruwujudnya pengadilan abitrase yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Undang-undang tersebut dibentuk atas dasar latar belakang alternative despution resolution sebagai jalan tengah penyelesaian sengketa diluar pemerintahan.
Akumulasi mediasi merupakan penyelesaian hukum yang bersifat mengikat dengan pelaksaan melalui pengadilan. Mediasi ini lahir dilatarbelakangi oleh lambannya proses penyelesaian sengketa di pengadilan, oleh karena itu  mediasi ini muncul sebagai jawaban  atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. Nusantara telah mempraktikkan mediasi sebagai media penyelesaian konflik agar tercapai suatu hasil mufakat sehingga terbentuk rasa kekeluargaan antara beberapa pihak, hal ini ditransformasikan oleh founding father Bangsa Indonesia dalam ayat keempat pancasila yaitu kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan.
Alternative depution resolution abitrase merupakan penyelesaian sengketa berupa Perjanjian arbitrase yang bertujua menacari kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu pernjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.Pemahaman mengenai arbitrase menjadi suatu yang penting untuk menyelesaikan sengketa pada kedua belah pihak untuk suatu bentuk kerja sama. Untuk menyelesaikan suatu sengketa yang timbul dapat ditempuh beberapa alternatif penyelesaian.

B. Rumusan Masalah 
1.      Apa pengertian Mediasi dan Abitrase ?
2.      Apa manfaat Mediasi dan Abitrase ?
    
      C. Tujuan


Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.         Mengetahui tentang mediasi dan abitrase sebagai penyelesaian sengketa dalam hukum dagang.
2.         Mengetahui apa manfaat mediasi dan abitrasi dan bagaimana  tata cara penyelesaian sengketa dalam hukum dagang.


      D. Pembahasan 


1.      Pengertian Mediasi dan Abitrase
Mediasi menurut terminologi berasal dari bahasa latin, mediare yaitu jalan tengah. Hakekatnya berada pada pihak ketiga sebagai mediator dengan tugas menjalankan, menegahkan, menyelesaikan perselisihan sengketa, makna pihak ketiga memiliki prinsip objektif, netral, dalam menangani perkara, sehingga tercipta kepercayaan antara pihak-pihak yang bersengket,. pengertian mediasi menurut KBBI merupakan proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak  netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus dan memaksakan sebuah penyelesaian. Terdapat beberapa batasan dan pengertian mediasi oleh akademisi :
1.      Prof. Takdir Rahmadi yang mengatakan bahwa mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.

2.      Christopher W. Moore mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihakyang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan.

3.      Folberg dan Taylor berpendapat bahwa mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka.

4.      Christopher W. Moore, Mediasi adalah intervensi dalam negosiasi atau konflik dari pihak ketiga yang dapat diterima yang terbatas atau tidak ada keputusan otoritatif membuat kekuasaan, tetapi membantu pihak-pihak yang terlibat dalam sukarela mencapai penyelesaian yang saling diterima dalam sengketa.

Sengketa menurut pendapat Nader dan Tood dapat bibedakan menjadi tiga klasifikasi yaitu :

1.      Pra-Konflik yaitu keadaan yang didasaran oleh rasa ketidak puasan seseorang yang sebabkan oleh beberapa hal.
2.      Konflik yaitu keadaan menyadari dan mengetahui perihal ketidak puasaan tersebut
3.      Sengketa adalah keadaan berupa konflik yang dinyatakan dimuka umum dengan melibatkan pihak ketiga.
Oleh sebab itu penggunaan kata sengketa lebih sesuai dan mendominasi disetiap studi kasus hukum dagang.

            Dalam upaya menekan dan menyelesaikan sengketa memerluka media mediasi sebagai alternatif penyelesaian. Mediasi dapat diidentifikasikan melalui unsur-unsur yang terkandung didalamnya seperti :
1.      Mediasi sebagai penyelesai sengketa berdasarkan perundingan untuk menghasilkan pencapaian mufakat atau presisi konsesus atara pihak yang bersengketa.
2.      Mediator bersifat independen dan objektif, dalam hal ini tidak dapat memihak salah satu pihak yang bersengketa.
3.      Mediator tidak dapat memutus perkara, hal itu disebabkan mediator bersifat membantu mencari dan menyelesaikan sengketa dengan sukarela
4.      Mediator memiliki fungsi dinamis dalam menentukan arah mufakat antara pihak yang bersengketa
Mediasi memliki perbedaan dengan abitrase, abitrase sebagai pengadilan swasta hal tersebut membuat abiter dalam peradilan arbitrase berfungsi sebagai wasit Pendapat Munir Fuady yang menyebutkan arbitrase sebagai pengadilan swasta, dan berfungsinya arbiter layaknya sebagai seorang wasit dalam pertandingan sepak bola di atas, sekilas tampak benar, tetapi tidak tepat. Benar, oleh karena Peradilan yang dikenal dalam sistem peradilan di Indonesia dikategorikan sebagai Peradilan Negara. Dalam Hukum dagang sistematika penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan peradilan abitrasi, namun abitrasi pada hakekatnya sama dengan mediasi karena menggunakan metode-metode lain yang tidak secara harafiah diatur didalam hukum positif Indonesia yaitu sebagai Non-ligitasi atau diluar pengadilan yang memiliki persamaan seperti bersifat sukarela, keputusannya Non-Judicial, berupa bantuan profesional, dan mencari win-win solution.
Berdasarkan UU No 30 Tahun 1999 BAB I KETENTUAN UMUM
1.      Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yangdidasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
2.      Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik.
3.      Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantumdalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
4.      Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon.
5.      Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
6.      Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melaluiarbitrase.
7.      Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
8.      LembagaArbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untukmemberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalamhal belum timbul sengketa.
9.      Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembagaarbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atauputusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuanhukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
10.Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau bedapendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luarpengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

1.      Dasar hukum mediasi dan Abitrase

Terdapat beberapa landasan yuridis mediasi dalam hukum dagang, sebagai prinsip alternatif penyelesaian sengketa atau Atlernative Despute Resolution dan litigasi di Indonesia, hal tersebut bertujuan mencari solusi, berikut dasar hukum mediasi :

1.      Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
2.      Pancasila sebagai groundnorm dalam ayat keempat yang ber-asaskan musyawarah untuk mufakat, hal tersebut dalam teori perundang-undangan bahwa segala menyalahi garis besar norma dasar bertentangan dengan kaidah hukum.
3.      Penyelesaian sengketa dapat diatur didalam pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan  Alternatif Penyelesaian Sengketa.
4.      PERMA UU No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi
5.      UU No. 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang.
6.      UU No. 2tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
7.      Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR.(HerzienIndonesis Reglement)


2.      Jenis-Jenis Mediasi dan Abitrase
Dalam pandangan yuridis mediasi terbagi menjadi dua yaitu litgas dan non-litgas. Litgas adalah upaya penyelesaian hukum melalui peradilan dan sesuai dengan norma atau hukum positif yang berlaku sedangkan Non-litgas merupakan penyelesaian masalah hukum diluar proses dan prosedur hukum yang berlaku maupun yang diatur dalam hukum positif, tujuan tersebut memberikan arahan dan nasehat sebagai pendamping demi penyelesaia, mengurangi, sengketa juga berupaya preventif atau mengantisipasi terjadi masalah hukum yang sama. Beberpa praktisi hukum mencoba memformulasikan metode-metode mediasi, namun professor hukum Bond University Lawrence Boulle, mengemukakan bahwa model metode mediasi berdasarkan model klasik namun berbeda dalam tujuan yang dituju sedangkan cara sang mediator melihat situasi, kondisi, posisi dan peran mereka. Boulle menyebutkan ada empat model mediasi, yaitu: settlement mediation, facilitative mediation, transformative mediation, danevaluative mediation.
Settelment mediation adalah jenis mediasi yang bersifat kompromi dari pihak yang bersengketa, prinsip tersebut bersepakat melalui komunikasi, namun settelmen meditation dianggap lemah dalam mencapai titik kesepakat sebagai model penyelesaian sengketa seperti kasus sengketa antara China dan Amerika dalam tarif impor.
Facilitative mediation merupakan mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan disputants dari posisi mereka dan menegosasikan kebutuhan dan kepentingan para disputants dari pada hak-hak legal mereka secara kaku. Dalam model ini sang mediator harus ahli dalam proses dan harus menguasi teknik-teknik mediasi, meskipun penguasaan terhadap materi tentang hal-hal yang dipersengketakan tidak terlalu penting.Dalam hal ini sang mediator harus dapat memimpin proses mediasi dan mengupayakan dialog yang konstruktif di antara disputants, serta  meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan mengupayakan kesepakatan.
Transformative mediation menekankan terhadap rekonsiliasi, mediasi tersebut yang menekankan dalam upaya pencarian sebab hal ihwal terjadinya pokok sengketa, dalam mediasi ini juga menunut hubungan diantara pihak sengketa melalui pengakuan sebagai solusi jalan keluar terbaik.
Valuative mediationyang juga dikenal sebagai mediasi normative merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan pada hak-hak legal dari para disputans dalam wilayah yang diantisipasi oleh pengadilan. Dalam hal ini sang mediator haruslah seorang yang ahli dan menguasai bidang-bidang yang dipersengketakan meskipun tidak ahli dalam teknik-teknik mediasi. Peran yang bisa dijalankan oleh mediator dalam hal ini ialah memberikan informasi dan saran serta persuasi kepada para disputans, dan memberikan prediksi tentang hasil-hasil yang akan didapatkan.
Mediasi sebagai penyelesaian sengketa tidak selalu menjadi langkah awal sebagai segala pedoman penyelesaian, mediasi juga tidak dapat diterapkan dalam segala penyelesaian sengketa, seperti di dalam hukum dagang. Mediasi dapat dilakukan dengan abitrase yang diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Namun hal itu berifat Non-Litgas. Abitrase yang wewenangnya diakui dalam memutuskan perasalahan sengketa dan perselsihan anatar beberapa pihak yang mengadakan perjanjian, berikut jenis abitrase tersebut :
1.      Abitrase sementara atau Abtirase Ad-Hoc
Abitrase ini merupakan dilaksanakan untuk menyelesaikan dan memutus beberapa perkara yang bersifat insidentil atau sementara terbatas pada situasi dan kondisi. Dalam undang -undang no 30 tahun 1999, pengertian Arbitrase Ad-hoc diadakan dalam hal terdapat kesepakatan para pihak dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
2.      Abitrase Instutisional
Arbitrase Instutisional (Institusional Arbitration) merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga di sebut “Permanent Arbitral body”. Arbitrase Institusional sengaja didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.
3.      Manfaat Mediasi
Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengeketa diluar pengadilan memiliki banyak manfaat Tujuan diberlakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak yang bersengkta dengan melibatkan pihak-pihak ketiga yang independen dan netral atau imparsial. Dalam Perspektif mediasi dapat menjadikan para pihak bersengketa menjalin kesepakatan damai yang berkelanjutan, mediasi menempatkan para pihak pada posisi sederajat, tidak ada satupun yang dimenangkan atau dikalahkan. Dalam mediasi para pihak yang bersengketa turut adil dalam kewenangan penuh dalam pengambilan langkah konkrit berupa keputusan dan mediator tidak mempunyai kewenangan pengambilan keputusan sekalipun, namun mediator hanya dapat membantu pihak bersengketa dalam menjaga proses mediasi demi terwudujnya mufakat bersama.
Terdapat manfaat dalam melaksanakan proses penyelesaian sengketa, hal tersebut termaktub dalam UU No. 30 Tahun 1999, berikut manfaatnya :
1.    Netral, abiter berkewajiban memiliki rasa objektif dan idependi etis yang tinggi berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 12 ayat (1) huruf c, d “Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajatkedua dengan salah satu pihak bersengketa” “tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase
2.    Non-Judicial, abiter tidak berasal dari kalangan hakim dan jaksa berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 12 ayat (2) “Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter
3.    Murah, berdasarkan berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 BAB XI Pasal 76 ayat (2) biaya abiter meliputi : a. Honorium abiter b. Biaya perjalanan dan biaya lainnya dikeluarkan oleh abiter c. Biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa dan d. Biaya Administrasi. Dalam pasal 77 ayat (1) Biaya arbitrase dibebankan kepada pihak yang kalah.
4.    Rahasia, dalam sidang abitrase dilaksanakan dalam ruang tertutup atau close door session.
Dalam sengketa hukum dagang mediasi hanya dapat dilakukan dalam sengeketa perdangan internasional, hal ini dapat ditinjau dari perspektif yuridis bahwa alternatif penyelesaian sengeketa hanya terdapat pada pengadilan abitrase, namun mediasi dapat diajukan sebagai penyelesaian diluar konteks yuridis. Berdsarkan pengamatan empiris sengketa pada perniagaan merupakan permasalahan mikro yang berasal dari kalangan kelas menegah kebawah. Apabila terjadi sengketa skala internasional, negara dapat ikut serta dalam upaya pencegahan dan penyelesaian berupa jalur perdamaian dan kekerasan, mediatornya adalah negara, negara tersebut dapat menggunakan pengaruh dari kekuasaan terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketanya.Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadai dari pada orang perorangan.Keunggulan mediasi dibandingkan dengan metode penyelesaian sengketa yang lain adalah proses mediasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang lain.

Menurut Comaroff dan Robbert terdapat berbagai cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengeketa seperti berikut :
1.      Pengunaan kekerasan, hal ini langsung tertuju pada pribadi
2.      Melalui upacara adat
3.      Mempermalukan, hal ini berupa satire, anekdot, sindiran.
4.      Pengucilan.

Mediasi menjamin terbukanya kesempatan untuk menelaah lebih dalam pada sengketa hukum dagang. Namun dalam hal menyikapi hal yang prinsipil,para pihak yang bersengketa tidak melakukan pengujian pertama dalam suauatu kasus sengketa, sehingga menimbulkan mementingkan kepentingan negara sendiri. Hal tersebut yang membuat para mediator sulit untuk menemukan titik terang dalam mediasi, tanggung jawab mediator sebagai pihak ketiga berkewajiban memiliki prinsip kedinamisan, objektif, sistematis, dan toleransi dalam mengkajinya. Dalam proses tersebut yagn terpenting adalah kepercayaan dari pihak-pihak yang bersengketa  bahwa mediasi akan menimulkan keputusan yang baik agar tidak terjadi sifat iri dengki, dan dendam,  keberhasilan mediator akan menjadi acuan untuk mengurangi kasus sengketa.
Dalam koteks kasus sengeketa perdaganan internasional, mediasi menjadi titik tumpu yang bertujuan menciptakan suatu kontrak atau relasi yang langsung antara pihak yang bersengketa. Hal ini ditujukan dari proses mediasi yaitu dapat tercapainya mufakat diantara negara yang bersengketa dan terjalin komunikasi secara baik antara negara yang bersengketa terhadap permasalahan yang tengah dihadapi. Sedangkan fungsi mediasi adalah memformulasi metode agar tercapainya kepuasan antara pihak-pihak yang bersengketa, yang berperan menjadi mediator dapat dari pihak negara ataupun organisasi internasional seperti PBB, individu, bahkan pihak lain yang dapat membantu penyelesaian sengketa diantara negara yang bersengketa.
Dari praktisi mediasi mencoba memformulasikan metode penyelesaian sengeketa, Sedangkan menurut Kovach proses mediasi terbagi kedalam 9 tahapan seperti sebagai berikut.
A.  Penataan atau pengaturan awal.
B.  Pengantar atau pembukaan oleh mediator.
C.  Pernyataan pembukaan oleh para pihak.
D.  Pengumpulan informasi dan Identifiakasi masalah-masalah, penyusunan agenda, dan kaukus.
E.   Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah.
F.   Melakukan tawar menawar.
G.  Kesepakatan.
H.  Penutupan.
Berdasarkan Kovach proses mediasi tersebut, argumentasi mengenai mediasi semakin ilmiah. Sehingga membuktikan bahwa mediasi merupakan langkah konkrit sebagai alternatif dalam menaggulangi, menyelesaikan sengeketa perdagangan internasional.
 


A.    Kesimpulan
Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum, konsekuensi logis bahwa setiap langkah yang diambil dalam mencapai suatu tindakan wajib hukumnya bertumpu pada landasan hukum positif yang berlaku di Indonesia, sama halnya dengan bentuk penyesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara pengadilan (legitasi) dan penyelesaian diluar pengadilan (non-legitasi), penyelesaian diluar pengadilan meliputi beberapa upapaya seperti :
1.      Konsultasi
2.      Negosiasi
3.      Mediasi
4.      Konsolidasi
5.      Abitrasi
            Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif adalah cara bermusyawarah dan mencari mufakat untuk kepentingan yang bersengketa agar tidak terjadi tumpang tindih rasa keadilan, kemanfaat, kepastian, hal itu telah tercantum pada pancasila sebagai groundnorm, namun di Negara Republik Indonesia tidak memiliki legalitas terhadap mediasi dalam menangani perkara sengeketa dalam hukum dagang, hanya saja konflik yang bersekala internasional dapat dilkukan dengan mediasi.
            Praktik tersebut menunjukan perwujudan pancasila sebagai pendahulu norma menjadi titik dasar hukum dibawahnya, namun dalam prakteknya mediasi dalam penyelesaian sengketa hukum dagang dapat dilaksanakan dalam kasus perdagangan internasional seperti contoh Amerika dan China, sedangkan abitrase memiliki legalitas dan pengadilan abitrase yang menengani perkara sengketa, hal ini perlu menekankan pembentukan badan mediasi yang terkhusus untuk hukum dagang.

 Penulis : Rizal Fatoni
 Editor : Ibnul Afan



Komentar

Karya Intektual Insan Akademis