PEMBAHASAN PERMASALAHAN DAN PENERAPAN KUHAP DALAM PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN



Latar Belakang
            You Have Shown me the sky to a creature who’ll never do better than crawl.
            Anda memperlihatkan lagi kepadaku,
            Tapi apalah artinya cakrawala,
            Bagi manusia kecil melata, dan;
            Yang hanya mampu merangkak terseok-seok.

Dr.Salvador Laurel. Ungkapan diatas ini merupakan manifestasi perasaan golongan masyarakat kecil yang pernah dihibur dengan berbagai kecemerlangan integritas hak asasi pribadi. Namun dalam kenyataan dan praktek penegakan hukum, mereka sama sekali tidak mampu bertahan ketika berhadapan dengan kecongkakan kekuasaan yang diperankan aparat penegak hukum yang selalu berperilaku mempertontonkan kewenangan dan kehausan kekuasaan.
Semisal itulah barangkali yang dikhawatirkan dalam pelaksanaan penegakan KUHAP. Pembuat undang-undang telah sengaja menciptakan cakrawala hukum acara pidana yang penuh ditaburi hiasan hak asasi sebagai cahaya kemilau penuntun yang sekaligus menjadi perisai bagi diri mereka berhadapan dengan wewenang yang diberikan undang-undang kepada aparat penegak hukum. Namun penuntun dan perisai itu hancur lebur dibawah telapak kaki keangkuhan pejabat penegak hukum, yang memaksa mereka merangkak-rangkak merengek belas kasihan para pejabat yang mumpung berkuasa.
Memang KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang “berderajat”, sebagai makhluk tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa telah ditempatkan KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human being, yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai (Value) luhur kemanusiaan. Hukum mesti ditegakkan! Namun dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tersangka atau terdakwa, “tidak boleh ditelanjangi” Hak asasi utama yang melekat pada dirinya Hak-hak asasi utama yang dilarang KUHAP ditanggali dari diri pribadi tersangka atau terdakwa antara lain :
1)      Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum tidak ada perbedaan dihadapan hukum. Baik tersangka, terdakwa, dan aparat penegak hukum sama-sama warga Negara yang sama hak, kedudukan, dan kewajibannya didepan hukum yakni sama-sama bertujuan mencari dan mewujudkan kebenaran dan keadilan. Dan siapapun yang melakukan pelanggaran hukum akan mendapat perlakuan yang sama tanpa perbedaan (equal treatment or equal dealing). Peraturan hukum yang diterapkan pada seseorang mesti diterapkan kepada orang lain dalam kasus yang sama tanpa membedakan pangkat, golongan, agama, dan kedudukan. Inilah salah satu prinsip penegakkan hukum yang diamanatkan KUHAP, yang dilekatkan sebagai salah satu mata rantai hak asasi manusia yakni: equal before the law. Oleh karena itu, siapapun dan setiap orang harus diperlakukan secara sama tanpa diskrimanasi dalam perlakuan dan perlindungan hukum.
2)      Harus dianggap tak bersalah atau “Praduga Tak Bersalah” Setiap orang harus dianggap tak bersalah atau “Praduga Tak Bersalah” sebagai hak asasi yang melekat pada diri setiap tersangka atau terdakwa, sampai kesalahannya dibuktikan dalam siding pengadilan yang bebas dan jujur didepan umum. Hak asasi inilah yang menjadi salah satu prinsip dalam penegakkan hukum yang diamantkan KUHAP yakni:
·      Presumption of innocent atau praduga tak bersalah,
·      Keselahan seseorang harus dibuktikan dalam siding pengadilan yang “Bebas dan jujur” atau fair trial, dan “tidak memihak” (Impartiality),
·      Dan persidangan harus “Terbuka untuk umum”,
·      Serta tanpa campur tanggan dari pemerintah atau kekuatan social politik manapun.
Terdakwa harus diadili dalam suatu peradilan yang benar-benar mengemban Independent judicial power without encroachments by government or political parties.
3) Penangkapan atau penahanan didasarkan atas bukti permulaan yang cukup Disamping penangkapan dan penahanan “dibatasi” secara limitative, setiap penangkapan atau penahanan harus didasarkan atas “bukti permulaan yang cukup”. Tidak semata-mata didasarkan atas selera dan sikap masa bodoh dari aparat penegak hukum.
4) Hak menyiapkan pembelaan secara dini untuk itu KUHAP telah memberi hak kepada tersangka atau terdakwa didampingi penasihat hukum “dalam setiap tingkat pemeriksaan”. Sejak pemeriksaan penyidikan dimulai, tersangka berhak tidak didampingi penasihat hukum. Dalam tingkat pemeriksaan penyidikan penasihat hukum dapat berbicara dengan tersangka tanpa didengar oleh petugas penyidik atau petugas Rutan atau withing sight not within hearing. Artinya pembicaraan tersangka dengan penasihat hukum diawasi oleh petugas yang bersangkutan, tetapi tidak boleh mendengar pembicaraan mereka. Sebaliknya pemeriksaan yang di lakukan penyidik terhdap tersangka dapat dihadiri penasihat hukum dalam bentuk “dapat” mendengar dan melihat jalannya pemeriksaan atau withing sight and within hearing.
Demikian antara lain beberapa ketulusan penggarisan hak-hak asasi tersangka atau terdakwa yang dipancangkan KUHAP dalam cakrawala penegakan hukum di bumi nusantara. Dalam pendahuluan ini tidak dibahas satu per satu. Maksud penyebutan asas dan hak yang di kemukakan diatas, hanya sekedar memperilhatkan “pengakuan” hukum acara pidana terhadap harkat dan martabat kemanusiaan tersangka atau terdakwa.
KUHAP memang hasil karya Bangsa Indonesia sendiri dialam kemerdekaan. Dengan susah payah KUHAP baru dapat ditampilkan setalah bangsa dan Negara kita memasuki tahun ke-36 kemerdekaan. Kejadian ini dapat dikatakan merupakan “Kelambatan” yang tidak perlu terjadi, jika sejak semula kita sadar betapa pentingnya usaha peningkatan pembaruan hukum yang seikrar dan senapas dengan aspirasi dan semangat panggilan yang menyeruakan kurun pengekan “hak-hak universal manusia”. Tiga puluh enam tahun sesudah merdeka, masih kita relakan masyarakat dan bangsa ini hidup dibawah tekanan perlakuan penegak hukum yang diciptakan di zaman penjajahan demi kepentingan tata tertib yang dikehendakicoleh rezim colonial Belanda. Betapa banyak kita dengar rintihan pengalaman masa lalu dibawah aturan HIR. Penangkapan yang berkepanjangan tanpa akhir. Ada yang bertahun-tahun mendekam dalam tahanan, tapi orang dan berkasnya tak pernah kunjung sampai di siding pengadilan. Atau berkas perkaranya sudah bertahun-tahun dilimpahkan ke pengadilan, namun perkaranya dibiarkan tanpa disidangkan, sedang terdakwanya sudah kurus kering mendekam sekian tahun dalam jeruji tembok tahanan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai focus penilitian sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud, landasan dasar atau unsur yuridis dalam Penahanan penegak hukum.
2.      Bagimanakah tata cara penahanan dalam penegak hukum.

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam tulisan ini adalah:
1.      Untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan landasan dasar atau unsur yuridis dalam penahanan.
2.      Untuk mengatahui tata cara dalam penahanan dalam penegak hukum.
3.      Untuk mendapatkan pengatahuan yang berkaitan dengan penulisan ini.
4.      Sebagai referensi bagi penulis sekaligus pembaca.



BAB II

2.1 PEMBAHASAN

Penahanan merupakan ruang lingkup pembahasan berfokus pada wewenang aparat. Polri dalam penyidikan, sesuai dengan pokok masalah. Akan tetapi, dalam pembahasan penahanan, sekaligus menyangkut instansi penegak hukum yang lain, termasuk penuntut umum dan peradilan. Hal ini disebabkan pasal-pasal yang mengatur penahanan tidak memisahkan. Tambahan lagi, masalah penahanan bukan hanya wewenang yang dimiliki penyidik saja, tapi meliputi wewenang yang diberikan undang-undang kepada semua instansi dan tingkat peradilan. Itu sebabnya, sekalipun pada hakikatnya pokok masalah pembicaraan masih dalam ruang lingkup penyidikan, tapi khusus dalam penahanan akan dibahas apa adanya walaupun telah diluar ruang lingkup penyidikan.
Maksud penahanan menurut penjelasan pasal 1 angka 21 KUHAP : “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 21 diatas, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Juga dari ketentuan tersebut telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Tidak dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah seperti yang dulu dalam HIR, yang membedakan dan mencampur aduk antara penangkapan, penahanan sementara, dan tahanan sementara, yang dalam peristilahan Belanda disebut de verdachte aan te houden (pasal 60 ayat (1) HIR) yang berarti “menangkap tersangka”, dan untuk menahan sementara digunakan istilah voorlopige aan houding (Pasal 62 ayat (1) HIR). Serta untuk perintah penahanan yang dimaksud pasal 83 HIR dipergunakan istilah zijin gevangen houding bevelen.
Sehubungan dengan penetapan waktu yang sangat terbatas bagi setiap instansi, merupakan hal baru yang sangat menggembirakan dalam dunia penegak hukum. Sebab dengan pembatasan limitatife tersebut, tercipta tegaknya kepastian hukum dalam penahanan. Tidak lagi seperti dulu, pada masa HIR, yang memberikan keleluasan bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk memperpanjang penahanan tanpa batas, sehingga sering terjadi perpanjangan tahanan yang melebihi satu atau dua tahun. Benar-benar taka da kepastian hukum bagi seorang tersangka yang ditahan.
Tujuan penahanan disebutkan dalam pasal 20, yang menjelaskan:
1.      Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu secara obyektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk menyelesaikan fungsi pemeriksaan penyidikan yang tuntas dan sempurna sehingga penyidikan benar-benar mencapai hasil pemeriksaan yang akan diteruskan kepada penuntut umum, untuk dipergunakan sebagai dasar pemeriksaan didepan sidang pengadilan. Berarti, jika pemeriksaan penyidikan sudah cukup, penahanan tidak diperlukan lagi, kecuali ada alasan lain untuk tetap menahan tersangka (Pasal 20 ayat (1)),
2.      Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujuan untuk kepentingan penuntutan (Pasal 20 ayat (2)),
3.      Demikian juga penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan (Pasal 20 ayat (3)).
A.    Dasar Penahanan
Yang dimaksudkan landasan penahanan meliputi dasar hukum, keadaan, serta syarat-syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan penahanan. Antara yang satu dengan yang lain dari dasar tersebut, saling menopang kepada unsur yang lain. Sehingga kalau salah satu unsur tidak ada, tindakan penahanan yang kurang memenuhi asas legalitas meskipun tidak sampai dikualifikasi sebagai tindakan yang tidak sah (Ilegal). Misalnya yang terpenuhi hanya unsur landasan hukum atau yang sering juga dinamakan landasan unsur objektif, tetapi tidak didukung unsur keperluan atau yang disebut unsur subjektif, serta tidak dikuatkan unsur syarat-syarat yang ditentukan undang-undang, penahanan yang seperti itu bernuansa “kezaliman”, dan kurang berdimensi relevansi dan urgensi.
B. Landasan Dasar atau Unsur Yuridis
Disebut dasar hukum atau objektif, karena undang-undang sendiri telah menentukan terhadap pasal-pasal kejahatan tindak pidana mana penahanan dapat diterapkan. Tidak terhadap semua tindak pidana dapat dilakukan penahanan atas tersangka atau terdakwa. Undang-undang sendiri telah menentukan baik “secara umum” maupun secara “terinci”, terhadap kejahatan yang bagaimana pelaku dapat dikenakan penahanan. Dasar unsur yuridis atau objektif, ditentukan dalam pasal 21 ayat (4) yang menetapkan: penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana.
a.       Yang diancam dengan pidana penjara  “lima tahun atau lebih”. pidana yang ancaman hukumannya lima tahun ke atas yang diperkenankan dilakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa. Kalau ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal tindak pidana yang dilanggar dibawah lima tahun, secara objektif tersangka atau terdakwa tidak boleh dikenakan tahanan. Tindak pidana yang signifikan, ancaman hukumannya lebih dari lima tahun ialah kejahatan terhadap nyawa orang yang diatur dalam Bab XIX KUHP, mulai dari pasal 338 dan seterusnya.
b.      Disamping aturan umum yang kita sebut diatas, Penahanan juga dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana yang disebut pada pasal KUHP dan Undang-undang Pidana Khusus di bawah ini, sekalipun ancaman hukumannya kurang dari lima tahun. Barangkali alasannya didasarkan pada pertimbangan, pasal-pasal tindak pidana itu dianggap sangat mempengaruhi kepentingan ketertiban masyarakat pada umumnya,serta ancaman terhadap keselamatan badan orang pada khususnya. Yang termasuk dalam kelompok ini:
1)      Yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP: Pasal 282 ayat (3). Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506.
2)      Kelompok kedua ialah pasal-pasal yang berasal dari Undang-Undang Tindak Pidana Khusus:
-          Pasal 25 dan 26 Rechten ordonantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan St. tahun 1931 nomor 471).
-          Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (UU No. 8 Drt. Tahun 1855 L.N. Tahun 1855 No. 8).
-          Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika (L.N. Tahun 1976 No. 37. L.N. No. 308).
C. Tata Cara Penahanan
Cara penahanan atau penahanan lanjutan, baik yang dilakukan penyidik maupun penuntut umum serta hakim, merujuk kepada ketentuan pasal 21 ayat (2) dan ayat (3).
1.      Dengan Surat Perintah Penahanan Atau Surat Penatapan
Dalam ketentuan ini terdapat perbedaan sebutan. Kalau penyidik atau penuntut umum yang melakukan penahanan dilakukan dengan mengeluarkan atau memberikan “surat perintah penahanan”, dan apabila yang melakukan penahanan itu hakim, perintah penahanan berbentuk “surat penetapan”. Surat perintah penahanan atau surat penetapan penahanan harus memuat hal-hal:
·         Identitas tersangka/terdakwa, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal,
·         Menyebut alasan penahanan. Umpamanya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan sidang pengadilan,
·         Uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan. Maksudnya agar yang bersangkutan tahu mempersiapkan diri melakukan pembelaan dan juga untuk kepastian hukum,
·         Menyebutkan dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk memberi kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.

2.      Tembusan Harus Diberikan Kepada Keluarga
Pemberian tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan maupun penetapan penanahan yang dikeluarkan hakim, “wajib” disampaikan kepada keluarga orang yang ditahan. Hal ini dimaksudkan, disamping memberi kepastian kepada keluarga, juga sebagai usaha control dari pihak keluarga untuk menilai apakh tindakan penahanan sah atau tidak. Pihak keluarga diberi hak oleh untuk meminta kepada praperadilan memeriksa sah tidaknya penahanan.
D. JenisTahanan
Berbicara mengenai jenis tahanan menurut KUHAP, diatur dalam ketentuan Pasal 22 KUHAP yaitu :
1. Jenis penahanan dapat berupa :
a.       penahanan rumah tahanan negara;
b.      penahanan rumah;
c.       penahanan kota.
2. Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutanatau pemeriksaan di sidang pengadilan.
3. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada waktu yang ditentukan.
4. Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan.
5. Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.




1. Penahanan Rumah Tahanan
Penjelasan Pasal 22 KUHAP menyatakan:
“Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan,
penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, dikantor kejaksaan negeri, Di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa ditempat lain.”
Mengingat sarana dan prasana rumah tahana yang tidak begitu memadai dan kapasistas yang cenderung over load mengaharsukan pemerintah untuk membuat kebijakan baru serta untuk mempercepada dan memudahkan proses hukum oleh aparat penagak hukum yang bersangkutan dimungkinkan untuk membuat cabang rutan pada jajaran aparat penagk hukum yang memiliki ruag tahanan seperti kepolisin negara republik indonesia, kejaksaan atau tempat lainnya yangdimungkinkan oleh undang-undang. Menurut M. Yahya Harahap (2006 : 169-170) penahanan diatur dalam Pasal 22 Ayat 1 KUHAP, menurut ketentuan ini  Adapun jenis tahanan dapat berupa :
a.       Rumah Tahanan
Yaitu Rumah tahanan yang terdapat di suatu kabupaten atau kotamadya
b.      Rumah tahanan Kepolisian
Yaitu pada ruang tahanan yang terdapat di kepolisian Republik Indonesia baik di tingkat Pusat Mabes Polri, Mapolda, Mapolres, hingga di Mapolsek.
c.       Rumah tahanan Markas Komando Brimob
Pada prinsipnya ruang tahanan yang terdapat di satuan brigadir mobil ini
khusus untuk anggota brimob yang melakukan tindak pidana, namun dapat pula ditempatkan masyarakat sipil yang melakukan tindak pidana.
d.      Rumah Sakit
Yaitu penahanan seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan penahanannya di Rumah Sakit disebabkan ia sakit atau perlu berobat dengan cara rawat inap yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian.
e.       Tempat Rehabilitasi
Diperuntukkan bagi tahanan yang diduga melakukan tindak pidana berupa penyalahgunaan narkoba dat obat-obatan terlarang lainnya.
2. Penahanan Rumah
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 2 yang menyatakan  Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Tahanan rumah juga merupakan jenis penahanan, maka bila akan keluar rumah harus dengan izin aparat penegak hukum yang melakukan penahanan terhadapnya.
3.    Penahanan Kota
Bahwa berdasarkana ketentuan Pasal 22 Ayat 3 menyatakan  Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka 
atau terdakwa melapor pada waktu yang ditentukan.  

Penulis : M. Ahsan Kabakoran
Editor   : Rizal Fatoni


Komentar

Karya Intektual Insan Akademis