PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI ANAK TERHADAP PERKAWINAN DIBAWAH UMUR


 

Abstrak


Kata Kunci: Perlindungan Hak Asasi Manusia, Perkawinan Anak, dibawah umur, Hak Anak

I.        PENDAHULUAN

Menurut Koesparmono Irsan Sik, dalam bukunya Hak Asasi Manusia dan Hukum Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan memiliki peluang untuk meneruskan cita-cita bangsa yang akan berpartisipasi dalam pembangunan jangka panjang.[1] Agar semua generasi penerus bangsa memiliki peran aktif untuk membangun suatu bangsa untuk menjadi lebih baik dan menjadi contoh bagi negara-negara tetangga di dunia nantinya, untuk itu perlu adanya perlindungan untuk melindungi hak-hak seorang anak tersebut. Dengan cara dilakukannya upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan penuh terhadap hak-haknya sebagai seorang anak, adanya jaminan untuk tidak mendapatkan diskriminasi, kejahatan, pelecehan dari orang tua, keluarga, masyarakat maupun negara.
Pada hakikatnya seorang anak tidak dapat melindungi diri mereka sendiri. Anak harus dilindungi, diperhatikan atau bahkan lebih intens lagi untuk penjagaannya, perhatian itu dituangkan dalam bentuk baik secara fisik maupun secara non fisik, dapat juga berupa kasih sayang dan perhatian khusus terhadap anak. Anak harus dibantu dan dilindungi oleh orang yang lebih dewasa darinya, mengingat situasi dan kondisi adalah sebagai seorang anak. Anak perlu mendapatkan perlindungan agar tidak mengalami kerugian baik secara ekonomi maupun sosialnya.
Perlindungan HAM  bagi anak dapat berarti sebuah perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak-hak dasar anak atas kepentingan yang berhubungan dengan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan anak. Menurut UU Perlindungan Anak, Perlindungan anak adalah Perlindungan hukum yang yang diberikan oleh negara terhadap anak untuk mendapatkan haka-haknya dan untuk dapat dilindungi dari perbuatan yang merugikan anak tersebut.[2] Bahkan didalam Undang-Undang Dasar 1945 pun juga diatur bagaimana melindungi  hak anak , yang menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”[3]  Tidak hanya terbatas pada Undang-Undang Dasar saja akan tetapi di dalam UU No.39 tahun 1999 bahwa anak harus dilindungi dari segala bentuk aspek kejahatan, ancaman dan diskriminasi. Tidak hanya terlepas dari orang tua, dan keluarga, anak pun juga harus dilindungi haknya oleh masyarakat bahkan negara sekalipun.
Di dalam Undang-Undang HAM menyebutkan bahwa adanya hak seorang anak merupakan hak asasi manusia yang konkrit. Dalam Undang-Undang HAM dalam Pasal 58 ayat (2) menyatakan “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut”.[4]
Dalam kehidupan bermasyarakat masih ada yang belum memahami adanya hak anak yang harusnya dilindungi dan diperhatikan lebih intens. Masih ada anak yang di bawah umur mengalami kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan usia dini dan harus melaksanakan perkawinan. Perkawinan anak dibawah umur terjadi, karena banyak faktor. Faktor-faktor terjadinya perkawinan anak dibawah umur adalah rendahnya akses pendidikan, rendahnya faktor ekonomi, dan kurangnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi. Dengan kurangnya faktor tersebut banyak masyarakat yang kurang memahami dan mengetahui mengenai berapa batas usia anak yang dapat diperkawinkan. Menurut Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.[5] Oleh karena itu Perkawinan anak merupakan Perkawinan yang dilangsungkan oleh kedua belah pihak, pihak laki-laki dan pihak perempuan yang notabannya mereka masih belum mencukupi batas usia kawin yang ditentukan oleh Peraturan tersebut. Menurut Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat, Perkawinan ini dilatar belakangi antara lain:[6]
1.  Untuk memenuhi wasiat yang diberikan oleh orang tuanya sebelum orang tuanya meninggal dunia, atau juga dapat berupa sumpah atau janji terhadap orang tuanya sebelum orang tua dari anak tersebut meninggal dunia. Yang sebagai seorang anak harus dipenuhi sumpah atau janji itu.
2. Kedudukan seseorang sebagai kepala kekerabatan.
3. Terjadinya perselisihan antar saudara, sehingga dengan terpaksa melakukan perkawinan untuk menenangkan kedua belah pihak yang berselisih.
4. Untuk menghindari kekawatiran orang tua terhadap anak.
 Perkawinan yang dilakukan oleh sepasang suami istri yang masih belum mencapai usia nikah untuk menjalani hidup kebanyakan kehidupan ini sering berakhir dengan kehancuran yang disebabkan oleh perkawinan itu sendiri. Dikutip dari harian online www.Merdeka.com ada perkawinan anak yang terjadi di Indonesia, khusunya di daerah Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, sekitar 130 kilometer dari Kota Makassar, sepasang anak yang diketahui masih berumur 14 tahun (laki-laki) dan 15 tahun (perempuan)  itu melangsungkan pernikahan.[7] Ini hanya salah satu kejadian yang terjadi di Indonesia, bahkan dikutip dari harian online www.radarmalang.id pernikahan dini kebanyakan disebabkan karena pergaulan bebas bahkan alasan yang digunakan adalah hamil diluar pernikahan sebagai memperkuat argumen atau alasan perkawinan dibawah umur. Sehubung dengan hal-hal tersebut, maka penulis memilih judul “PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI ANAK TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR”
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini aadalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak Yang Melakukan Perkawinan Dibawah Umur Menurut Hukum.
2.       Hak-hak dasar anak apa saja yang dilanggar akibat melakukan perkawinan anak dibawah umur.

            Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai  penulis dalam makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui peerlindungan hak asasi manusia terhadap anak yang melakukan perkawinan anak dibawah umur menurut hukum.
2.      Untuk mengetahui hak-hak dasar anak apa saja yang dilanggar akibat perkawinan anak dibawah umur.

I.                   PEMBAHASAN
Perkawinan Anak adalah peleburan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang belum baligh baik fisik, psikologi serta sosialnya. Dalam lingkungan masyarakat adatpun, pernikahan anak sering terjadi. Perkawinan yang dilakukanoleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih belum cukup usianya, atau berlaku surut dan sebaliknya. Problematika  tentang praktek perkawinan anak masih banyak terjadi di belahan dunia khususnya di Indonesia, misalnya di berbagai daerah misalnya di daerah pedasaan, pinggiran kota, maupun masyarakat adat. Perkawinan anak ini mempunyai beberapa sifat yang menyebabkan si anak mau melakukan pernikahan tersebut, misalnya karena keinginan sendiri, karena hamil diluar nikah hingga terpaksa melakukan perkawinan, karena adanya unsur paksaan dari orang tua, keluarga, bahkan masyarakat, atau bahkan karena menjunjung tinggi adat yang berlaku di suatu daerah tertentu.
Jika kita kembalikan kepada kehidupan saat ini dalam urusan keluarga  ini tidak selalu damai dan dipenuhi kebahagiaan serta tidak seperti yang diharapkan bahkan bisa saja sering terjadi konflik dalam rumah tangga, oleh daripada itu dibutuhkannya saling interaksi hubungan yang baik antara suami dan seoorang istri dalam menjalankan hubungan rumah tangga, serta untuk menjalankan sebuah keluarga. Rumah tangga yang sudah dibangun oleh sepasang suami dan istri ini kadangkala berakhir dengan kehancuran. Bukan hanya karena masalah yang timbul dari diri sendiri, lingkungan sosial yang timbul dari luar diri dapat menimbulkan perpecahan dalam rumah tangga. Pasangan yang sudah waktunya menikah atau dapat dikatakan sudah matangpun sering terjadi permasalahan hingga perceraian, yang disebabkan faktor ekonomi, faktor lingkungan sosial, faktor pendidikan bahkan faktor reproduksi (kesehatan) serta faktor pemerintah (negara). Apalagi suami istri yang dari usia saja dapat dikatakan belum matang atau belum mencapai usia nikah, maka dapat dikatagorikan pernikahan dini akan dapat menimbulkan banyak sekali permasalahan pada anak tersebut.
Batas usia perkawinan  masih saja menjadi permasalahan dalam perkawinan di Indonesia, terutama batas usia perkawinan bagi anak. Batas usia yang di tentukan untuk usia dewasa atau yang dapat dikatakan dewasa berbeda-beda. Bahkan Undang-undang satu dengan yang lainya terjadi tumpang tindih mengenai batas usia dewasa atau yang dianggap batas usia anak. Misalnya saja dalam Undang-Undang Perkawinan  yang menyatakan bahwa batas usia perkawinan 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.[8] Berbeda halnya dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yag belum 18 tahun.[9] Disini terjadi ketumpang tindihan antara kedua Undang-undang tersebut, yang akan mengakibatkan multitafsir dan hukum positif menjadi kabur tentang perlindungan batas usia perkawinan anak.
Walaupun sudah diatur dalam berbagai Peraturan yang mengatur tentang batas usia anak dalam melakukan perbuatan hukum yaitu perkawinan, akan tetapi   dalam  prakteknya masih banyak kita jumpai banyak dari anak dibawah umur, yang mengajukan dispensasi perkawinan anak dibawah umur untuk mengajukan permohonan tersebut karena suatu sebab dan alasan tertentu.
Jika dilihat dari beberapa aspek sebenarnya undang-undang perkawnan tidak sama sekali menghendaki perkawinan di bawah umur, walaupun dalam undang-undang yang sudah diatur dengan sedemikian rupa mengenai batasan umur yang diperbolehkan melakukan perkawinan dibawah umur. Akan tetapi apabila kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat masih banyak sekali ditemui problematika dan polemik mengenai permasalahan perkawinan dibawah umur ini. Pembatasan itu  mengatur tentang batas usia perkawinan bagi laki-laki dan bagi perempuan, maka Undang-Undang Perkawinan masih memberikan kelonggaran atau kemungkinan untuk melakukan penyimpangan. Kesenjangan ini terjadi akibat dari Peraturan yang mengatur batas usia minimum bagi seorang anak yang dapat melangsungkan perkawinan ini disimpangi oleh Peraturan itu sendiri yaitu dengan pemberian dispensasi bagi yang ingin melangsungkan perkawinan di bawah umur ini, tentu  saja dengan berbagai alasan yang meyakinkan Pengadilan Agama untuk mengeluarkan dispensasi tersebut..
Sedangkan Konvensi Hak Anak mempunyai arti sendiri mengenai hak anak ini yaitu dengan memberikan seseorang yang belum mencapai batas usia 18 tahun berarti dia masih dianggap sebagai seorang anak dan pantas serta berhak untuk memperoleh perlindungan hukum. memberikan pengertian setiap orang di bawah usia 18 tahun adalah sebagai anak dan berhak untuk mendapatkan semua perlindungan anak.. Perkawinan anak dibawah umur melanggar beberapa hak-hak dasar anak yang dijamin oleh Undang-undang yang diantaranya yaitu:
1.      Hak untuk melaksanakan Pendidikan :
Perkawinan anak dibawah umur  telah menyimpangi hak anak untuk memperoleh suatu pendidikan dan mengekspresikan minat, bakat serta potensi mereka karena dapat menghambat atau bahkan dapat mengakhiri pendidikan anak tersebut, memang pada nantinya anak akan dapat bersekolah atau melanjutkan pendidikan mereka setelah menikah, akan tetapi tidak dapat dipungkiri seorang anak yang pikiran dan mentalnya masih labil akan mempengaruhi kesehatan psikisnya, dan kehidupan setelah meniah akan teras menjadi beban untuk anak. Disinilah akan berakir masa untuk melanjutkan pendidikan, mengingat seorang anak tersebut masih dibawah umur dan sangat perlu pendampingan dari orang tua dan masyarakat. Sesuai dengan beberapa penjelasan yang menekankan bahwa seorang anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak dan dijamin oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[10] Dalam Undang Undang Perlindungan anak pun juga menjelaskan bahwa seorang anak harus dijaga dan melaksanakn pendidikan agar terciptanya suatu generasi bangsa yang berakhlak mulia, berkualitas dan sejahtera.
2.      Hak untuk bebas dari perlakuan kasar termasuk pelecehan seksual, diskriminasi  :
Adapun yang akibat perkawinan dibawah umur yang berpengaruh pada lingkungan sosial bermasyarakat anak menjadi terganggu atau bahkan didiskriminasi oleh masyarakat. Karena anak yang belum siap untuk menghadapi lingkungan sosial mereka dipaksa untuk lebih awal mengenal perkawinan dan hidup bersosial dan bermasyarakat. Perkawinan anak dibawah umur juga memberikan peluang bagi para pelaku tindak kejahatan untuk melakukan pelecehan bahkan kekerasan seksual yang berakibat timbulnya cacat fisik, psikis (mental) maupun berujung pada kematian.
3.      Hak untuk mendapatkan Kesehatan  :
Hubungan yang dilangsungkan seorang anak dibawah umur dapat meningkatkan risiko anak teradap penyakit dan kematian. Termasuk juga dengan kemampuan seksual dan reproduksi mereka. Sesuai yang diamanahkan oleh Peraturan tentang anak pun juga menjelaskan bahwa menjaga anak dari perlakuan yang merugikan anak tersebut, dengan menjauhkan anak dari perkawinan usia dini, maka anak dapat mendapatkan hak-haknya, dalam terjaminnya kesehatan pada anak tersebut.
4.      Hak untuk memperoleh Perlindungan dari eksploitasi:
Suatu Perlindungan harus di berikan oleh orang tua ataupun negara yang mengawasi secara penuh generasi penerus bangsa ini. karena anak tidak dapat melindungi diri mereka sendiri dari perlakuan yang buruk bahkan seorang anak tidak mampu untuk mengawasi diri mereka sendiri secara utuh dan maksimal. Banyak sekali orang tua yang memaksakan kehendak seorang anak untuk melangsungkan perkawinan, tidak hanya terbatas pada itu kadang tanpa sadar orang tua itu menjual darah dagingnya sendiri untuk menutupi hutang ataupun dalam ekonomi yang keritis atau terhimpit oleh ekonomi sehingga mereka para orang tua rela menikahkan anaknya demi menunjang perekonomian keluarga.  Hanya untuk kepentingan pihak yang memiliki kepentingan terhadap anak usia dini tersebut yang belum mencapai batas usia kawin sesuai peraturan yang berlaku, seorang anak tidak diperbolehkan untuk dieksploitasi (pemanfaatan untuk keuntungan diri sendiri) oleh pihak yang memeiliki wewenang untuk mengasuhnya baik itu untuk kepentingan ekonomi, maupun kepentingan seksual.
Sehingga seorang anak yang masih dibawah umur seharusnya mendapatkan perlindungan secara intens dari orang tua, dan seyogyanya seorang anak tersebut tidak dapat dipisahkan secara fisik ataupun non fisik. Agar seorang anak tersebut mendapatkan perlindungan yang layak dan tidak dipisahkan dari orang tua mereka, karna pengawasan yang paling urgen adalah pengawasan yang diberikan oleh orang tua kepada anak itu sendiri selain dari masyarakat dan negara yang mengawasi tingkah laku anak secara tak langsung.
Dengan memberikan pembatas terhadap seorang anak,dapat memberikan pembelajaran dan batas-batas untuk dapat melakukan bahkan menghindarkan anak dari perbuatan yang tidak diinginkan. Untuk itu perlu adanya peran aktif orang tua untuk membatasi tingkah laku anak, agar seorang anak tersebut tidak melakukan hal-hal yang merugikan anak itu sendiri.
Dampak Perkawinan Di Bawah Umur
Perkawinan dibawah umur ini membatasi ruang gerak seorang anak untuk mengaplikasikan suatu kegiatan atau aktivitas seorang anak yang sewajarnya, sehingga mempengaruhi beberapa aspek dalam kehidupan anak tersebut. Bahkan dalam beberapa sumber di berbagai media cetak atau media sosial, dampak yang akan timbul pada anak ketika anak tersebut bermasyarakat dalam kehidupan sehari-hari dapat timbul secara tiba-tiba dari seorang anak yang melangsungkan hubungan perkawinan dibawah umur ini, namun keinginan tersebut berada diluar kehendak dari anak tersebut.
Anak Perempuan memiliki beberapa dampak  ketika melakukan perkawinan usia dini sangatlah fatal, mengingat perempuanlah yang nantinya akan melahirkan seorang anak sebagai generasi penerus mereka. Menurut sumber di media sosial unicef.org tentang Laporan Perkawinan Usia Anak kondisi yang sangat memprihatinkan yang terjadi pada perempuan di seluruh dunia menunjukkan angka yang diluar kewajaran, karena anak perempuanlah yang nantinya akan melahirkan seorang anak, laporan ini berjangka waktu sampai tahun 2020.[11] Dengan begitu dapat dibuktikan bahwa perkawinan usia dini tidak hanya menimbulkan kerugian secara ekonomi, sosial maupun psikis saja, menurut data tersebut kemungkinan anak yang melakukan perkawinan usia dini dapat berakibat fatal yang mengancam nyawa anak.
Disini peran orang tua, keluarga, masyarakat bahkan pemerintah (negara) sangatlah penting untuk mengawasi anak tidak melakukan perkawinan usia dini, begitu pula yang dijelaskan pada Pasal 23 jo Pasal 25 jo Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Anak yang bertitik beratkan peran masyarakat dan negara juga sangat penting untuk melindungi hak-hak anak, melindungi dan mensejahterakan hak anak serta menjaga agar anak tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri, ataupun orang lain. Disini dititik beratkan pada peran orang tua yang secara hakiki adalah yang memiliki anak dan yang memberikan pengawasan penuh terhadap anak. Dimana tanggung jawab orang tua terhadap anak tertuang dalam peraturan perundang-undangan tentang anak.
Di dalam peraturan tersebut  kewajiban dan tanggung jawab orang tua tidak terbatas hanya menjaga dan merawat anak saja, akan tetapi “mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak” hal tersebut yang melandasi seorang anak harus dan wajib mendapatkan perlindungan hukum, agar tidak terjadi perkawinan dibawah umur. Perlindungan anak terutama perlindungan hak-hak anak. Perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan perkawinan di bawah umur dalam mewujudkan cita cita bangsa untuk mensejahterakan bangsa perlu dikaji benar-benar akibat dan dampak yang akan ditimbulkan dan dapat merugikan bagi pasangan suami istri.
Ada pepatah yang terkenal mengatakan bahwa “Lebih baik mencegah daripada Mengobati”, perkataan ini sangat pas apabila kita benturkan dengan kejadian yang terjadi saat ini. Maka perlu diadakannya  solusi pencegahan dalam mengatasi sebelum terjadinya perkawinan dini tersebut. Pencegahan perkawinan anak dibawah umur dapat dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak buruk yang terjadi kepada anak apabila anak melakukan perkawinan anak dibawah umur, memberikan peenyuluhan mengenai kesehatan reproduksi, dan mensosialisasikan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dengan adanya pencegahan tersebut diharapkan praktek perkawinan anak dibawah umur tidak lagi terjadi di Indonesia.


II.                PENUTUP

KESIMPULAN
Perlindungan hukum terhadap anak yang telah melakukan perkawinan di bawah umur ada perlindungan hukumnya di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Undang-undang memberikan perlindungan terhadap anak tersebut memiliki tujuan yang besar, karena kewajiban untuk melindungi anak adalah kewajiban setiap orang dimanapun dan kapanpun, karena nantinya seorang anak tersebut yanga akan menjadi generasi penerus suatu negara. 
Dengan adanya perlindungan hukum tersebut seorang anak yang telah melakukan perkawinan agar mendapatkan haknya sebagai seorang anak. Hak dasar seorang anak masih dapat dimiki oleh seorang anak. Hak dasar yang didapatkan oleh seorang anak yang melakukan perkawinan tersebut berupa hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan perpartisipasi , dan juga hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan hukum juga harus diterapkan oleh pemerintah. Perlindungan hukum terhadap anak telah ada peraturannya di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 jo UU No. tentang Perlindungan Anak namun masih banyak anak yang belum mendapatkan haknya sebagai anak karena pemerintah belum secara tegas mengimplementasikan peraturan tersebut.
SARAN
Bagi orang tua dan keluarga agar mampu untuk membimbing anaknya agar tidak melakukan perkawinan di bawah umur dan orang tua memiliki tanggung jawab penuh untuk mengawasi dan mendidik untuk tidak mendiskriminasi atau memaksa anak melakukan perkawinan di bawah umur.
Bagi pemerintah agar dapat memberikan penyuluhan dan pendidikan anak sekaligus masyarakat mengenai bahaya serta dampak yang akan terjadi apabila melakukan perkawinan dibawah umur serta Pemerintah dapat mampu  mengimplementasikan peratutran-peraturan terkait Perlindungan anak dengan tegas.


DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI, 2005
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Citra Umbara, Bandung.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Handikusuma Hilman, 1983, Hukum Perkawinan Adat, PT Alumni, Bandung.
Sik Koesparmono Irsan, 2004, Hak Asasi Manusia dan Hukum, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta.
https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak.pdf, diambil pada hari Minggu, 02 Desember 2018, pukul 18.40 WIB


[1] Koesparmono Irsan Sik,2004, Hak Asasi Manusia dan Hukum,Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta,hlm. 99
[2] Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir 2
[3] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28B ayat (2)
[4] Ibid., Pasal 58 ayat (1)
[5] Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 Ayat (1)
[6] Hilman Hadikusuma, 1983, Hukum Perkawinan Adat, Offset Alumni, Bandung, hlm. 92-93
[8] Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
[9] Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir 1
[10] Undang-Undang No.35 tahun 2014, tentang Perlindungan Anak, Pasal 9 ayat (1)
[11] http://www.unicef.org/indonesia/laporan_Perkawinan_Usia _Anak.pdf, diakses pada hari Minggu, 02 Desember 2018, pukul 18.40 WIB

Penulis : Aditya Pradana
Editor : Rizal Fatoni

Komentar

Karya Intektual Insan Akademis