PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI ANAK TERHADAP PERKAWINAN DIBAWAH UMUR
Abstrak
Kata Kunci:
Perlindungan Hak Asasi Manusia, Perkawinan Anak, dibawah umur, Hak Anak
I. PENDAHULUAN
Menurut
Koesparmono Irsan Sik, dalam bukunya Hak Asasi Manusia dan Hukum Anak adalah
generasi penerus bangsa yang akan memiliki peluang untuk meneruskan cita-cita
bangsa yang akan berpartisipasi dalam pembangunan jangka panjang.[1] Agar semua generasi
penerus bangsa memiliki peran aktif untuk membangun suatu bangsa untuk menjadi
lebih baik dan menjadi contoh bagi negara-negara tetangga di dunia nantinya,
untuk itu perlu adanya perlindungan untuk melindungi hak-hak seorang anak
tersebut. Dengan cara dilakukannya upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan penuh terhadap hak-haknya sebagai
seorang anak, adanya jaminan untuk tidak mendapatkan diskriminasi, kejahatan,
pelecehan dari orang tua, keluarga, masyarakat maupun negara.
Pada
hakikatnya seorang anak tidak dapat melindungi diri mereka sendiri. Anak harus
dilindungi, diperhatikan atau bahkan lebih intens lagi untuk penjagaannya,
perhatian itu dituangkan dalam bentuk baik secara fisik maupun secara non
fisik, dapat juga berupa kasih sayang dan perhatian khusus terhadap anak. Anak
harus dibantu dan dilindungi oleh orang yang lebih dewasa darinya, mengingat
situasi dan kondisi adalah sebagai seorang anak. Anak perlu mendapatkan
perlindungan agar tidak mengalami kerugian baik secara ekonomi maupun sosialnya.
Perlindungan
HAM bagi anak dapat berarti sebuah
perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak-hak dasar anak atas kepentingan
yang berhubungan dengan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan anak. Menurut UU
Perlindungan Anak, Perlindungan anak adalah Perlindungan hukum yang yang
diberikan oleh negara terhadap anak untuk mendapatkan haka-haknya dan untuk
dapat dilindungi dari perbuatan yang merugikan anak tersebut.[2] Bahkan didalam
Undang-Undang Dasar 1945 pun juga diatur bagaimana melindungi hak anak , yang menyatakan “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.”[3] Tidak hanya terbatas pada Undang-Undang Dasar
saja akan tetapi di dalam UU No.39 tahun 1999 bahwa anak harus dilindungi dari
segala bentuk aspek kejahatan, ancaman dan diskriminasi. Tidak hanya terlepas
dari orang tua, dan keluarga, anak pun juga harus dilindungi haknya oleh
masyarakat bahkan negara sekalipun.
Di
dalam Undang-Undang HAM menyebutkan bahwa adanya hak seorang anak merupakan hak
asasi manusia yang konkrit. Dalam Undang-Undang HAM dalam Pasal 58 ayat (2)
menyatakan “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala
bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan
pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak
lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut”.[4]
Dalam
kehidupan bermasyarakat masih ada yang belum memahami adanya hak anak yang
harusnya dilindungi dan diperhatikan lebih intens.
Masih ada anak yang di bawah umur mengalami kekerasan seksual yang menyebabkan
kehamilan usia dini dan harus melaksanakan perkawinan. Perkawinan anak dibawah
umur terjadi, karena banyak faktor. Faktor-faktor terjadinya perkawinan anak
dibawah umur adalah rendahnya akses pendidikan, rendahnya faktor ekonomi, dan
kurangnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi. Dengan kurangnya faktor
tersebut banyak masyarakat yang kurang memahami dan mengetahui mengenai berapa batas
usia anak yang dapat diperkawinkan. Menurut Undang-Undang Perkawinan menyebutkan
bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.[5] Oleh karena itu Perkawinan
anak merupakan Perkawinan yang dilangsungkan oleh kedua belah pihak, pihak
laki-laki dan pihak perempuan yang notabannya mereka masih belum mencukupi
batas usia kawin yang ditentukan oleh Peraturan tersebut. Menurut Hilman
Hadikusuma dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat, Perkawinan ini dilatar
belakangi antara lain:[6]
1.
Untuk memenuhi wasiat yang diberikan
oleh orang tuanya sebelum orang tuanya meninggal dunia, atau juga dapat berupa
sumpah atau janji terhadap orang tuanya sebelum orang tua dari anak tersebut
meninggal dunia. Yang sebagai seorang anak harus dipenuhi sumpah atau janji
itu.
2.
Kedudukan seseorang sebagai kepala kekerabatan.
3.
Terjadinya perselisihan antar saudara, sehingga dengan terpaksa melakukan
perkawinan untuk menenangkan kedua belah pihak yang berselisih.
4.
Untuk menghindari kekawatiran orang tua terhadap anak.
Perkawinan yang dilakukan oleh sepasang suami
istri yang masih belum mencapai usia nikah untuk menjalani hidup kebanyakan
kehidupan ini sering berakhir dengan kehancuran yang disebabkan oleh perkawinan
itu sendiri. Dikutip dari harian online www.Merdeka.com
ada perkawinan anak yang terjadi di Indonesia, khusunya di daerah Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, sekitar 130 kilometer
dari Kota Makassar, sepasang anak yang diketahui
masih berumur 14 tahun (laki-laki) dan 15 tahun (perempuan) itu melangsungkan pernikahan.[7]
Ini hanya salah satu kejadian yang terjadi di Indonesia, bahkan dikutip dari
harian online www.radarmalang.id pernikahan dini kebanyakan
disebabkan karena pergaulan bebas bahkan alasan yang digunakan adalah hamil diluar
pernikahan sebagai memperkuat argumen atau alasan perkawinan dibawah umur.
Sehubung dengan hal-hal tersebut, maka penulis memilih judul “PERLINDUNGAN HAK
ASASI MANUSIA BAGI ANAK TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR”
Rumusan Masalah
Rumusan
Masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini aadalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak Yang Melakukan Perkawinan Dibawah
Umur Menurut Hukum.
2. Hak-hak dasar anak apa saja yang dilanggar
akibat melakukan perkawinan anak dibawah umur.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui peerlindungan hak asasi manusia terhadap anak yang melakukan
perkawinan anak dibawah umur menurut hukum.
2. Untuk
mengetahui hak-hak dasar anak apa saja yang dilanggar akibat perkawinan anak
dibawah umur.
I.
PEMBAHASAN
Perkawinan
Anak adalah peleburan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang belum baligh baik fisik, psikologi serta sosialnya. Dalam lingkungan
masyarakat adatpun, pernikahan anak sering terjadi. Perkawinan yang dilakukanoleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih belum cukup usianya, atau
berlaku surut dan sebaliknya. Problematika
tentang praktek perkawinan anak masih banyak terjadi di belahan dunia
khususnya di Indonesia, misalnya di berbagai daerah misalnya di daerah pedasaan,
pinggiran kota, maupun masyarakat adat. Perkawinan anak ini mempunyai beberapa sifat
yang menyebabkan si anak mau melakukan pernikahan tersebut, misalnya karena
keinginan sendiri, karena hamil diluar nikah hingga terpaksa melakukan
perkawinan, karena adanya unsur paksaan dari orang tua, keluarga, bahkan
masyarakat, atau bahkan karena menjunjung tinggi adat yang berlaku di suatu
daerah tertentu.
Jika
kita kembalikan kepada kehidupan saat ini dalam urusan keluarga ini tidak selalu damai dan dipenuhi
kebahagiaan serta tidak seperti yang diharapkan bahkan bisa saja sering terjadi
konflik dalam rumah tangga, oleh daripada itu dibutuhkannya saling interaksi
hubungan yang baik antara suami dan seoorang istri dalam menjalankan hubungan
rumah tangga, serta untuk menjalankan sebuah keluarga. Rumah tangga yang sudah
dibangun oleh sepasang suami dan istri ini kadangkala berakhir dengan
kehancuran. Bukan hanya karena masalah yang timbul dari diri sendiri,
lingkungan sosial yang timbul dari luar diri dapat menimbulkan perpecahan dalam
rumah tangga. Pasangan yang sudah waktunya menikah atau dapat dikatakan sudah
matangpun sering terjadi permasalahan hingga perceraian, yang disebabkan faktor
ekonomi, faktor lingkungan sosial, faktor pendidikan bahkan faktor reproduksi
(kesehatan) serta faktor pemerintah (negara). Apalagi suami istri yang dari
usia saja dapat dikatakan belum matang atau belum mencapai usia nikah, maka
dapat dikatagorikan pernikahan dini akan dapat menimbulkan banyak sekali
permasalahan pada anak tersebut.
Batas
usia perkawinan masih saja menjadi
permasalahan dalam perkawinan di Indonesia, terutama batas usia perkawinan bagi
anak. Batas usia yang di tentukan untuk usia dewasa atau yang dapat dikatakan
dewasa berbeda-beda. Bahkan Undang-undang satu dengan yang lainya terjadi
tumpang tindih mengenai batas usia dewasa atau yang dianggap batas usia anak.
Misalnya saja dalam Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa batas usia perkawinan 19
tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.[8] Berbeda halnya dengan Undang-Undang
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yag belum 18
tahun.[9] Disini terjadi ketumpang
tindihan antara kedua Undang-undang tersebut, yang akan mengakibatkan
multitafsir dan hukum positif menjadi kabur tentang perlindungan batas usia
perkawinan anak.
Walaupun sudah diatur dalam berbagai Peraturan yang mengatur tentang
batas usia anak dalam melakukan perbuatan hukum yaitu perkawinan, akan tetapi dalam prakteknya masih banyak kita jumpai banyak
dari anak dibawah umur, yang mengajukan dispensasi perkawinan anak dibawah umur
untuk mengajukan permohonan tersebut karena suatu sebab dan alasan tertentu.
Jika dilihat dari beberapa aspek sebenarnya undang-undang perkawnan
tidak sama sekali menghendaki perkawinan di bawah umur, walaupun dalam
undang-undang yang sudah diatur dengan sedemikian rupa mengenai batasan umur
yang diperbolehkan melakukan perkawinan dibawah umur. Akan tetapi apabila kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat masih banyak sekali ditemui
problematika dan polemik mengenai permasalahan perkawinan dibawah umur ini. Pembatasan
itu mengatur tentang batas usia
perkawinan bagi laki-laki dan bagi perempuan, maka Undang-Undang Perkawinan
masih memberikan kelonggaran atau kemungkinan untuk melakukan penyimpangan. Kesenjangan
ini terjadi akibat dari Peraturan yang mengatur batas usia minimum bagi seorang
anak yang dapat melangsungkan perkawinan ini disimpangi oleh Peraturan itu
sendiri yaitu dengan pemberian dispensasi bagi yang ingin melangsungkan
perkawinan di bawah umur ini, tentu saja
dengan berbagai alasan yang meyakinkan Pengadilan Agama untuk mengeluarkan
dispensasi tersebut..
Sedangkan
Konvensi Hak Anak mempunyai arti sendiri mengenai hak anak ini yaitu dengan
memberikan seseorang yang belum mencapai batas usia 18 tahun berarti dia masih
dianggap sebagai seorang anak dan pantas serta berhak untuk memperoleh
perlindungan hukum. memberikan pengertian setiap orang di bawah usia 18 tahun adalah
sebagai anak dan berhak untuk mendapatkan semua perlindungan anak.. Perkawinan
anak dibawah umur melanggar beberapa hak-hak dasar anak yang dijamin oleh Undang-undang
yang diantaranya yaitu:
1. Hak
untuk melaksanakan Pendidikan :
Perkawinan anak dibawah
umur telah menyimpangi hak anak untuk
memperoleh suatu pendidikan dan mengekspresikan minat, bakat serta potensi
mereka karena dapat menghambat atau bahkan dapat mengakhiri pendidikan anak
tersebut, memang pada nantinya anak akan dapat bersekolah atau melanjutkan
pendidikan mereka setelah menikah, akan tetapi tidak dapat dipungkiri seorang
anak yang pikiran dan mentalnya masih labil akan mempengaruhi kesehatan
psikisnya, dan kehidupan setelah meniah akan teras menjadi beban untuk anak.
Disinilah akan berakir masa untuk melanjutkan pendidikan, mengingat seorang
anak tersebut masih dibawah umur dan sangat perlu pendampingan dari orang tua
dan masyarakat. Sesuai dengan beberapa penjelasan yang menekankan bahwa seorang
anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak dan dijamin oleh
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[10] Dalam Undang Undang
Perlindungan anak pun juga menjelaskan bahwa seorang anak harus dijaga dan
melaksanakn pendidikan agar terciptanya suatu generasi bangsa yang berakhlak
mulia, berkualitas dan sejahtera.
2. Hak
untuk bebas dari perlakuan kasar termasuk pelecehan seksual, diskriminasi :
Adapun yang akibat
perkawinan dibawah umur yang berpengaruh pada lingkungan sosial bermasyarakat
anak menjadi terganggu atau bahkan didiskriminasi oleh masyarakat. Karena anak
yang belum siap untuk menghadapi lingkungan sosial mereka dipaksa untuk lebih
awal mengenal perkawinan dan hidup bersosial dan bermasyarakat. Perkawinan anak
dibawah umur juga memberikan peluang bagi para pelaku tindak kejahatan untuk
melakukan pelecehan bahkan kekerasan seksual yang berakibat timbulnya cacat
fisik, psikis (mental) maupun berujung pada kematian.
3. Hak
untuk mendapatkan Kesehatan :
Hubungan yang
dilangsungkan seorang anak dibawah umur dapat meningkatkan risiko anak teradap
penyakit dan kematian. Termasuk juga dengan kemampuan seksual dan reproduksi
mereka. Sesuai yang diamanahkan oleh Peraturan tentang anak pun juga menjelaskan
bahwa menjaga anak dari perlakuan yang merugikan anak tersebut, dengan
menjauhkan anak dari perkawinan usia dini, maka anak dapat mendapatkan hak-haknya,
dalam terjaminnya kesehatan pada anak tersebut.
4. Hak
untuk memperoleh Perlindungan dari eksploitasi:
Suatu Perlindungan harus
di berikan oleh orang tua ataupun negara yang mengawasi secara penuh generasi
penerus bangsa ini. karena anak tidak dapat melindungi diri mereka sendiri dari
perlakuan yang buruk bahkan seorang anak tidak mampu untuk mengawasi diri
mereka sendiri secara utuh dan maksimal. Banyak sekali orang tua yang
memaksakan kehendak seorang anak untuk melangsungkan perkawinan, tidak hanya
terbatas pada itu kadang tanpa sadar orang tua itu menjual darah dagingnya
sendiri untuk menutupi hutang ataupun dalam ekonomi yang keritis atau terhimpit
oleh ekonomi sehingga mereka para orang tua rela menikahkan anaknya demi
menunjang perekonomian keluarga. Hanya
untuk kepentingan pihak yang memiliki kepentingan terhadap anak usia dini
tersebut yang belum mencapai batas usia kawin sesuai peraturan yang berlaku,
seorang anak tidak diperbolehkan untuk dieksploitasi (pemanfaatan untuk
keuntungan diri sendiri) oleh pihak yang memeiliki wewenang untuk mengasuhnya
baik itu untuk kepentingan ekonomi, maupun kepentingan seksual.
Sehingga seorang anak
yang masih dibawah umur seharusnya mendapatkan perlindungan secara intens dari
orang tua, dan seyogyanya seorang anak tersebut tidak dapat dipisahkan secara
fisik ataupun non fisik. Agar seorang anak tersebut mendapatkan perlindungan
yang layak dan tidak dipisahkan dari orang tua mereka, karna pengawasan yang
paling urgen adalah pengawasan yang diberikan oleh orang tua kepada anak itu
sendiri selain dari masyarakat dan negara yang mengawasi tingkah laku anak
secara tak langsung.
Dengan
memberikan pembatas terhadap seorang anak,dapat memberikan pembelajaran dan
batas-batas untuk dapat melakukan bahkan menghindarkan anak dari perbuatan yang
tidak diinginkan. Untuk itu perlu adanya peran aktif orang tua untuk membatasi tingkah
laku anak, agar seorang anak tersebut tidak melakukan hal-hal yang merugikan
anak itu sendiri.
Dampak Perkawinan Di
Bawah Umur
Perkawinan
dibawah umur ini membatasi ruang gerak seorang anak untuk mengaplikasikan suatu
kegiatan atau aktivitas seorang anak yang sewajarnya, sehingga mempengaruhi
beberapa aspek dalam kehidupan anak tersebut. Bahkan dalam beberapa sumber di
berbagai media cetak atau media sosial, dampak yang akan timbul pada anak
ketika anak tersebut bermasyarakat dalam kehidupan sehari-hari dapat timbul
secara tiba-tiba dari seorang anak yang melangsungkan hubungan perkawinan
dibawah umur ini, namun keinginan tersebut berada diluar kehendak dari anak
tersebut.
Anak
Perempuan memiliki beberapa dampak
ketika melakukan perkawinan usia dini sangatlah fatal, mengingat
perempuanlah yang nantinya akan melahirkan seorang anak sebagai generasi
penerus mereka. Menurut sumber di media sosial unicef.org tentang Laporan
Perkawinan Usia Anak kondisi yang sangat memprihatinkan yang terjadi pada
perempuan di seluruh dunia menunjukkan angka yang diluar kewajaran, karena anak
perempuanlah yang nantinya akan melahirkan seorang anak, laporan ini berjangka
waktu sampai tahun 2020.[11] Dengan begitu dapat
dibuktikan bahwa perkawinan usia dini tidak hanya menimbulkan kerugian secara
ekonomi, sosial maupun psikis saja, menurut data tersebut kemungkinan anak yang
melakukan perkawinan usia dini dapat berakibat fatal yang mengancam nyawa anak.
Disini
peran orang tua, keluarga, masyarakat bahkan pemerintah (negara) sangatlah
penting untuk mengawasi anak tidak melakukan perkawinan usia dini, begitu pula
yang dijelaskan pada Pasal 23 jo Pasal 25 jo Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan
Anak yang bertitik beratkan peran masyarakat dan negara juga sangat penting
untuk melindungi hak-hak anak, melindungi dan mensejahterakan hak anak serta
menjaga agar anak tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri, ataupun
orang lain. Disini dititik beratkan pada peran orang tua yang secara hakiki
adalah yang memiliki anak dan yang memberikan pengawasan penuh terhadap anak.
Dimana tanggung jawab orang tua terhadap anak tertuang dalam peraturan
perundang-undangan tentang anak.
Di
dalam peraturan tersebut kewajiban dan
tanggung jawab orang tua tidak terbatas hanya menjaga dan merawat anak saja,
akan tetapi “mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak” hal tersebut
yang melandasi seorang anak harus dan wajib mendapatkan perlindungan hukum,
agar tidak terjadi perkawinan dibawah umur. Perlindungan anak terutama
perlindungan hak-hak anak. Perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan
perkawinan di bawah umur dalam mewujudkan cita cita bangsa untuk
mensejahterakan bangsa perlu dikaji benar-benar akibat dan dampak yang akan ditimbulkan
dan dapat merugikan bagi pasangan suami istri.
Ada
pepatah yang terkenal mengatakan bahwa “Lebih baik mencegah daripada
Mengobati”, perkataan ini sangat pas apabila kita benturkan dengan kejadian yang
terjadi saat ini. Maka perlu diadakannya
solusi pencegahan dalam mengatasi sebelum terjadinya perkawinan dini
tersebut. Pencegahan perkawinan anak dibawah umur dapat dilakukan dengan cara
memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak buruk
yang terjadi kepada anak apabila anak melakukan perkawinan anak dibawah umur,
memberikan peenyuluhan mengenai kesehatan reproduksi, dan mensosialisasikan
Undang-Undang Perlindungan Anak. Dengan adanya pencegahan tersebut diharapkan
praktek perkawinan anak dibawah umur tidak lagi terjadi di Indonesia.
II.
PENUTUP
KESIMPULAN
Perlindungan
hukum terhadap anak yang telah melakukan perkawinan di bawah umur ada
perlindungan hukumnya di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Undang-undang
memberikan perlindungan terhadap anak tersebut memiliki tujuan yang besar,
karena kewajiban untuk melindungi anak adalah kewajiban setiap orang dimanapun
dan kapanpun, karena nantinya seorang anak tersebut yanga akan menjadi generasi
penerus suatu negara.
Dengan
adanya perlindungan hukum tersebut seorang anak yang telah melakukan perkawinan
agar mendapatkan haknya sebagai seorang anak. Hak dasar seorang anak masih
dapat dimiki oleh seorang anak. Hak dasar yang didapatkan oleh seorang anak yang
melakukan perkawinan tersebut berupa hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan perpartisipasi , dan juga hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan hukum juga harus diterapkan oleh pemerintah. Perlindungan hukum
terhadap anak telah ada peraturannya di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
jo UU No. tentang Perlindungan Anak namun masih banyak anak yang belum
mendapatkan haknya sebagai anak karena pemerintah belum secara tegas
mengimplementasikan peraturan tersebut.
SARAN
Bagi
orang tua dan keluarga agar mampu untuk membimbing anaknya agar tidak melakukan
perkawinan di bawah umur dan orang tua memiliki tanggung jawab penuh untuk
mengawasi dan mendidik untuk tidak mendiskriminasi atau memaksa anak melakukan
perkawinan di bawah umur.
Bagi
pemerintah agar dapat memberikan penyuluhan dan pendidikan anak sekaligus
masyarakat mengenai bahaya serta dampak yang akan terjadi apabila melakukan
perkawinan dibawah umur serta Pemerintah dapat mampu mengimplementasikan peratutran-peraturan terkait
Perlindungan anak dengan tegas.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI, 2005
Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Citra Umbara,
Bandung.
Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang
Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Handikusuma
Hilman, 1983, Hukum Perkawinan Adat,
PT Alumni, Bandung.
Sik
Koesparmono Irsan, 2004, Hak Asasi
Manusia dan Hukum, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta.
https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak.pdf,
diambil pada hari Minggu, 02 Desember 2018, pukul 18.40 WIB
[1]
Koesparmono Irsan Sik,2004, Hak Asasi Manusia dan Hukum,Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian, Jakarta,hlm. 99
[2]
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir 2
[3]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28B ayat (2)
[4] Ibid.,
Pasal 58 ayat (1)
[5]
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 Ayat (1)
[6] Hilman
Hadikusuma, 1983, Hukum Perkawinan Adat, Offset Alumni, Bandung, hlm. 92-93
[8]
Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
[9]
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir 1
[10] Undang-Undang
No.35 tahun 2014, tentang Perlindungan Anak, Pasal 9 ayat (1)
[11] http://www.unicef.org/indonesia/laporan_Perkawinan_Usia
_Anak.pdf, diakses pada hari Minggu, 02 Desember 2018, pukul 18.40 WIB
Penulis : Aditya Pradana
Editor : Rizal Fatoni
Penulis : Aditya Pradana
Editor : Rizal Fatoni
Komentar
Posting Komentar